Bookmark and Share

09 Mei 2009

Kumpulan Puisi ToTo ST Radik

  • Share
  • [i]

Toto ST Radik lahir di desa Singarajan, Pontang, Serang,  Banten, 30 Juni 1965. 
Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media massa dan telah terbit dalam sejumlah buku, baik karya tunggal, antologi bersama, maupun sebagai editor. 
Buku puisi tunggal yang sudah terbit di antaranya adalah 
Mencari dan Kehilangan (1996), 
Indonesia Setengah Tiang (1999), 
Jus Tomat Rasa Pedas (2003), 
Pangeran [Lelaki yang Tak menginginkan Sorga] (2005), 
Kepada Para Pangeran (2013), dan 
Lidah Politikus (2017). 
Bergiat di SanggarSastraSerang (s3) dan Majelis Puisi Rumah Dunia. 
Saat ini menetap di Penancangan, Kota Serang, Banten. ***



Dikutip dari Novel "Balada Si Roy" karya Gola Gong

Selembar Daun Jatuh

Selembar daun jatuh terguling ke jalanan
Selembar daun jatuh terkulai sendirian
Selembar daun jatuh terisak kesepian
Selembar daun jatuh terempas dari kehidupan.


CATATAN HARIAN SEORANG PENYAIR

Oleh : Toto ST Radik 

di negeriku lelaki tak patut menitikkan
air mata
hanya perempuan boleh bersedih
dan menangis
lelaki adalah serdadu: baja yang ditempa
di atas api
keras dan padat dan kejam menggenggam hidup
tak ada sepetak ruang dan sejenak waktu
untuk bertanya
tentang sesuatu yang sederhana
segalanya telah selesai
dalam kitab kalah atau menang
di negeriku lelaki tak patut menitikkan
air mata: aku pun pergi
ke negeri puisi
di mana kegembiraan dan kesedihan
keraguan dan cinta
tak ditampik atau menampik
----Serang, 1998
Republika Online edisi:07 Nov 1999 

Seperti Ikan

Seperti ikan
Kau lepas aku ke dalam akuarium
berenang di antara rumputan
meliuk di sela-sela karang
Tuhan
kulihat Kau
berdiri memandangi aku
tapi kaca ini, kaca ini...!


Menggeliatlah! Menarilah!

Menggeliatlah! Menarilah!
Sampai basah tubuh oleh peluh
biar saja senjakala jatuh
dan malam menyergap kelam
tak perlu menyumpah menyerapah
atau termangu atau tersedu pilu

Menggeliatlah! Menarilah!
Seperti burung malam yang tak lelah
menyeru bulan, tak lelah-lelah!


Lalu Setelah ini Apa?

Lalu setelah ini apa?
Berulang kali aku bertanya
Sambil menyeret beribu impian
Kutahu tiada yang 'kan menyahut
Di bumi asing yang kian keriput
: Cuma deru angin, cuma deru angin.


Sinar Bulan Menyuram Perlahan
(Bersama Rys Revolta)

Sinar bulan menyuram perlahan
angin sembunyi di lembah sunyi
serangga pun berhenti melagu puisi
saat gulita melulur mata
jadi punah segala warna
tinggal gelisah berputar berpusar
menerkam wajah tanpa darah.

Hujan Berkeliaran

Hujan berkeliaran 
Di langit tak terbatas pandang
Kemudian dicurahkan ke bumi gersang
Menyiram benih tumbuh jadi padi menguning
Pohonan pun merindang
Ikan-ikan berenangan
Dan hujan terus berkeliaran
Di langit tak batas pandang.


Melagu Panjang Tembang Petualang

Melagu panjang tembang petualang
Peristiwa nyeri jangan jadikan beban
Sebab daun-daun yang mengering
Terguling ke bumi
Tak pernah merasa sunyi dan sia-sia.



Getaran Kecapi Jiwa

Getaran kecapi jiwa
melagu panjang tembang petualang
peristiwa nyeri jangan jadikan beban
sebab daun-daun yang mengering
terguling ke bumi
tak pernah merasa sunyi dan sia-sia!

Bulan Separuh

Bulan separuh
sunyi mencumbu waktu
kereta api menguik memecah lamunan
sendirian aku menatap gelap
dari balik jendela kaca kusam
bulan sepenuhnya terusir dari langit
di benak masih tersisa pertanyaan lain
: di manakah rumahku?

Di Pantai Aku Bertemu Ombak

Di pantai aku bertemu ombak
ia mengajakku bermain
aku dan ombak bernyanyi-nyanyi
sambil membuat labirin
dari pasir dan pecahan karang
lalu main petak-umpet di dalamnya

Tiba-tiba saja ombak menghilang
dan aku tak tahu jalan pulang
O, ombak menyanyilah merdu
agar jalan dapat ketemu.


Mengapa Penderitaan Kau Pinang

Mengapa penderitaan kau pinang
Padahal kesenangan
dapat kau raih dengan gampang
Ah, mengapa masih saja bertanya tentang itu
Biarkan, biarkan aku menempuh jejak di rimba
Biarkan, biarkan aku mereguk kisah-kisah
Jangan suruh aku berhenti
dengan tangis atau senyummu
sebab aku tak akan peduli!

Berdenyut di Nadi Peristiwa

Berdenyut di nadi peristiwa
Kuseru debu menjadi batu
Kuseru cinta menjadi luka
Tikam! Tikam! O, tikamlah aku!
Bikin aku mabuk dan sempoyongan
Terkapar di tikungan jalan
Sehabis capai meneriakkan puisi
: Beribu kata menyesak di dada.

Bulan Mengintip Lewat Jendela

Bulan mengintip lewat jendela
ketika ia terbaring resah dalam kamarnya
sepi menyelinap! Bersarang di dada
ia terbaring resah dalam kamarnya
sepi mengoyak-moyak mimpinya
dan yang dinanti belum juga tiba.

Mengarungi Samudera Waktu Tak Bertepi

Mengarungi samudera waktu tak bertepi
Gelisah aku dalam perahu nasib
Gelap dan rahasia, tak terselami
Aku tak tahu mengapa sampai di sini
Terlunta sendirian menyiulkan tembang
O, alangkah rawannya hidup lelaki
Begitu jauh mencari tempat berpijak.

O, Mawar ...

O, mawar yang kutanam setahun lalu
telah tumbuh dan bermekarankah di hatimu?
Begitu lama aku pergi, jauh dari kamu
melayang bagai kapas di antara debu-debu
larut dalam permainan abadi sang waktu
Kini aku berdiri depan pintu pagar rumahmu
kulihat kamu menunggu di bangku taman itu
dari sela dedaunan cahaya bulan jatuh di wajahmu.


Seperti Matahari Kehilangan Bumi

Seperti matahari kehilangan bumi
aku beredar menjalani hari-hari
mengapa mesti sia-sia begini
kutemukan wajahku letih dan sunyi
di antara kenyataan dan mimpi-mimpi
tapi mestikah berhenti?

Jiwa Kita ...

Jiwa kita tak dapat ditapakkan di satu tempat
karena jiwa kita tercipta dari kisah-kisah,
lamunan, igauan, mimpi, lumut, batu, rawa,
laut, pasir, karang, awan, gunung, belantara,
matahari, bulan... dan wajah kita sendiri
biarkan jiwa kita mengelana di setiap langkah!

Tujuh Belas Lilin Warna-warni

Tujuh belas lilin warna-warni
menyala bergoyang-goyang
kenangan masa kecil membayang di matamu
dan aku pun termangu mencari masa lalu
yang terlupa ditelan pengembaraan panjang:
O, betapa asingnya! Betapa asingnya!


Gadis Manis

Gadis manis
jangan biarkan sunyi mengiris-irisku lagi
telah cukup perjalanan lelahku
menempuh beratus putaran jarum jam
melewati duri sangsi dan nyeri hari-hari
kirimkan ombakmu senantiasa
agar bertemu kita
lumat di muara.


Kudengar Keluh Daun Kering

Kudengar keluh daun kering
di ujung ranting
Kudengar tangis burung tua
kehilangan bulu-bulu sayapnya
berhadapan dengan sang waktu
segala jadi tak berdaya
maka aku pun terus mengembara
sebelum sang waktu menghunus pisaunya.

Berjalan Menempuh Ilalang

Berjalan menempuh ilalang
yang tak henti menghadang
kawan seperjalanan cuma gelisah
mengatasi sepi
hidup pun seolah nyanyian panjang
merjan ketidakpastian:
mimpi buruk yang selalu berulang!

Belum Juga Kupahami

Belum juga kupahami
di sini waktu terus berlari
atau justru berhenti
barangkali memang mesti begitu
tapi mengapa semua seperti tak peduli
bersikejaran dengan entah apa entah siapa
memaknai perjalanan
gelisahku menjelma duri nyeri!


Akulah si Pengembara

Kudengar gemuruh ombak lautan
nyanyian daun-daun dan serangga malam
angin mendesau membisikkan sesuatu
dari bau tanah pegunungan memanggiliku
maka kutinggalkan rumah dan ranjang mimpi
pergi mengembara ke belantara sunyi
menggendong ransel sarat beban
: o, apa sebenarnya yang kau buru?
lakon apa yang ingin kau mainkan?

Ya, akulah si pengembara
terus bergerak ke cakrawala
walau beribu kali tersungkur kenyataan
jiwaku menolak kebuntuan jalan

Ya, akulah si pengembara!

--------------------------


Bermain di Pantai ...

Bermain di pantai, ombak menerkamku
dan laut menenggelamkan sampai dasar
Di antara ikan, ular, karang sunyi
kuliuki hari-hariku tanpa cuaca
Lihatlah, tubuh dan jiwaku garam
sia-sia menjangkau matahari. Sia-sia!

Kotak-kotak Teka-teki

Kotak-kotak teka-teki
masih kosong tak berisi
berulang kali aku menyeru
yang datang terus debu
O, cinta yang dilanda kemarau
adalah luka dalam mimpi kemilau
: sempurnalah kesunyianku!



Dan Sungai yang Mengalir ...

Dan sungai yang mengalir ke samudera
dan ombak yang menjemput di muara
ialah cinta yang tak pernah alpa
ketulusan tak putus ditikam musim
jarak mengobarkan rindu dalam rahim
bagai unggun api yang terus menyala
angin pun tak kuasa memadamkannya!


Orang-orang Bergumam ...

Orang-orang bergumam di sepanjang jalan
merindukan hujan. Tapi lihatlah
seribu matahari bermunculan tiba-tiba
ini dunia mesti dimaki?
Ah, siapakah kirimkan wangi kembang?
Pergi dan melenyaplah!
Telah kulepaskan segala tentangmu
dan cinta cuma dongeng kanak-kanak.


Pagi...

Pagi. Embun terakhir melayang jauh
pecah dan lesap di tanah berdebu
tanpa jejak!
Dan matahari terus berlari.
Malam. Sunyi merajai hatiku kembali
kelam dan kekal di langkah gundah
tak berkesudahan.



Dan Jemariku Gemetar

Dan jemariku gemetar
detik demi detik ditikam
sangsi, ditikam keentahan
kaki terantuk di batu-batu
nadi luka tersiram air garam
inikah kemustian hidup
ah, aku tak bisa mengelak.


----------------------------------

Hari ini Tidak Ada Puisi

Hari ini tidak ada puisi
udara penuh tuba. Tipu-muslihat
dan lolong mayat-mayat.

Serang, 1998

Partai Jujur

Jangan pilih partai kami
Sebab kami sesungguhnya penipu
Janji kami ialah kursi kami, fulus kami
Sedangkan nasibmu urusanmu.

Serang, 2002

Doa Penguasa


(Doa Penguasa 1)

Ya, Tuhan Yang Maha Kuasa
Aku memujamu, aku memujamu
Karena aku ingin berkuasa selamanya.


(Doa Penguasa 2)

Ya, Tuhan Yang Maha Kaya
Lindungilah kursiku, jabatanku, hartaku
Karena aku tak sanggup jadi rakyat biasa.

Serang, 2002

Mimpi

Semalam aku mimpi
di Ciceri ramai sekali
orang-orang jual beli kursi
seraya menjilati pantat sendiri.

Serang, 2002


Jika Maka

Jika tuan punya golok
maka hamba punya olok-olok - maka hamba punya canda
Jika tuan punya kursi
maka hamba punya puisi.

Serang, 2002

Pat Pat Gulipat

Hidup ini pat pat gulipat
Tambah jimat dapat berlipat
Mumpung masih jadi pejabat
Buat apa ngurus rakyat.

Serang, 2002

Pidato Politik

Saudara-saudaraku,
Tingkatkan iman dan takwamu
Tingkatkan fulus depositoku.

Serang, 2002

Ayat Kursi

Kursi kursi kursi
Kutahu yang kucari
Kursi kursi kursi
Tiada Tuhan selain kursi.

Serang, 2002

1 comments:

Adzwarizky mengatakan...

terima kasih sudah berbagi

Bookmark and Share