30 April 2011
Cacing, Burung dan Manusia
Saat mengalami kesulitan hidup, entah akibat himpitan kebutuhan  materi atau masalah lainnya, kita kadang cepat sekali berputus asa.  Malah, ada yang sampai berpikiran untuk mengakhiri hidupnya karena tak  kuat menanggung beban. Apakah hidup sudah demikian beratnya, sampai kita  layak berputus asa? Cobalah lihat kehidupan di sekeliling kita. Banyak  yang lebih menderita. Tengok pula kehidupan burung dan cacing. Dari  mereka, kita bisa belajar tentang kehidupan.
Burung senantiasa berkicau riang saat matahari belum keluar dari ufuk  timur. Setiap pagi, burung-burung selalu bersemangat keluar dari  sarangnya untuk mencari makan. Mereka tidak pernah membayangkan akan ke  mana untuk mencari makanan. Mereka terbang begitu saja. Namun mereka  jarang pulang dalam keadaan lapar. Saat sore menjelang, mereka pulang ke  sarang dengan perut menggembung kenyang, sambil tak lupa memberi  oleh-oleh makanan untuk keluarganya. Kalaupun hari itu mereka tak  menemukan makanan, mereka tak pernah mengeluh. 
Meskipun burung lebih sering mengalami kekurangan makanan karena  tidak punya 'pekerjaan tetap', apalagi saat musim kemarau, saat banyak  sawah kekeringan, tanaman padi menjadi puso, namun kita tidak pernah  mendengar ada cerita burung yang berusaha untuk bunuh diri.
Kita tidak pernah melihat ada burung yang tiba-tiba menukik  membenturkan kepalanya ke batu cadas, karena keputusasaannya. Tak pernah  pula kita mendengar ada burung yang tiba-tiba menenggelamkan diri ke  sungai karena kalut
menghadapi kesulitan hidup. Mustahil pula kita dengar, cerita burung  yang memilih meminum racun untuk mengakhiri penderitaannya. Yang kita  lihat adalah burung tetap optimis akan makanan yang dijanjikan Sang  Pencipta.
Coba perhatikan, walaupun kelaparan, tiap pagi burung tetap berkicau  dengan merdu. Tampaknya burung menyadari benar bahwa demikianlah hidup,  suatu waktu berada di atas, dan di lain waktu terhempas ke bawah. Suatu  waktu kelebihan dan di lain waktu kekurangan. Suatu waktu kekenyangan  dan di lain waktu kelaparan.
Selain burung, kita juga bisa mengambil pelajaran dari hewan yang  jauh lebih lemah, cacing. Kalau kita perhatikan, binatang ini  seolah-olah tidak mempunyai sarana yang layak untuk dapat bertahan  hidup. Cacing tidak mempunyai kaki, tangan, bahkan tidak memiliki mata  dan telinga. Dengan keadaan fisiknya yang serbaterbatas, cacing tetap  memilki perut yang harus diisi.   
Cacing, dengan segala keterbatasannya, tidak pernah putus asa dan  merasa frustrasi. Belum pernah kita menyaksikan cacing yang  membentur-benturkan kepalanya ke batu karena keputusasaannya dalam  menghadapi kesulitan hidup.
Kita, sebagai manusia, yang telah dikaruniai akal oleh Sang Pencipta,  seharusnya kita bisa lebih unggul daripada makhluk lainnya. Bila  dibandingkan dengan burung atau cacing, sarana yang dimiliki manusia  untuk mencari nafkah jauh
lebih canggih.
Tetapi pada kenyataannya, manusia yang dibekali banyak kelebihan ini  seringkali kalah dari burung atau cacing. Manusia kerap berputus asa.
Manusia ditakdirkan untuk hidup dengan penuh risiko. Tidak ada sebuah  pintu sukses pun yang dapat dilalui tanpa terlebih dahulu menaklukkan  risiko yang menghadang. Risiko tidak hanya menawarkan ancaman dan  bahaya, tapi juga menawarkan peluang dan harapan yang lebih baik di hari  esok. Manusia harus melakukan evaluasi semua risiko berdasarkan kadar  bahayanya, agar ditemukan solusi terbaik.
Ketakutan yang berlebihan terhadap ancaman dan bahaya hanya akan  membuat Anda mati dalam rasa takut. Manusia adalah sebuah energi yang  hanya berkembang menjadi lebih baik jika diancam oleh berbagai jenis  risiko. Tanpa ancaman dari berbagai risiko hidup, manusia tidak lebih  hanya seonggok daging hidup yang berkeliaran di permukaan bumi sambil  merumput di padang liar.
Resiko adalah tantangan menuju sukses, sebuah realitas yang tidak  dapat diingkari. Tanpa adanya ancaman dari berbagai macam risiko dalam  hidup manusia, maka gairah hidup akan gersang, dan tidak akan ada gerak  ke arah yang lebih tinggi.
Setiap kemenangan hidup hanya didapatkan setelah mampu memenangkan  pertempuran melawan segala risiko dengan inisiatif, keberanian,  semangat, dan penuh perhitungan dalam sebuah tindakan yang tepat waktu  dan tepat sasaran.
Jadi, tidak ada alasan untuk putus asa, bukan? 
Langganan:
Posting Komentar (Atom)








 Open all
Open all Close all
Close all


0 comments:
Posting Komentar